- Jadi Buronan, Mantan Presiden Filipina Duterte Akhirnya Ditangkap
- Ilmuan Temukan Bahtera Nabi Nuh di Turkiye
- Erdogan: Turki Tak Akan Biarkan Peta Suriah Diubah
- Turkiye Blokir Israel dalam Keikutsertaan Latihan Militer NATO
- Diawali dengan Dentuman Meriam, Tradisi Unik Berbuka Puasa di Istanbul
- Aktres Film Dewasa asal Jepang, resmi Menjadi Mualaf
- Pemerintah Umumkan Kebijakan THR dan Bonus Hari Raya
- Kisah Penggembala Muslim, Perantau asal Turki kini Miliarder
- 70 Tahun Indonesia-Viet Nam, Sekjen PKV To Lam Kunjungi Indonesia
- Indonesia Airlines, Resmi Mengudara
Amerika Serikat Mundur dari Perjanjian Paris, RI dalam Dilema

Keterangan Gambar : Ilustrasi. Paris Agreement Conference (UNFCCC). Para pemimpin dunia berpose pada KTT Iklim PBB (COP21) di Le Bourget, pinggiran Paris, Perancis (foto; dok)
Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, memastikan Indonesia tetap fokus mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT) dan mempertanyakan konsistensi negara lain menjalankan kesepakatan Perjanjian Paris yang awalnya bersemangat kini berbalik arah.
Menurutnya, sejumlah negara yang dulu berperan sebagai penggagas perjanjian tersebut kini justru mulai meninggalkan komitmen mereka, termasuk Amerika Serikat.
Baca Lainnya :
- Ragam oleh-oleh khas Turkiye 0
- Presiden Prabowo Terima Kunjungan Menteri Suhail0
- 30 Orang Tewas dalam Festival Keagamaan di India0
- RI-Korea Berkolaborasi Percepat Industri 4.0 di Sektor Manufaktur0
- Gurita Mega Properti Kepunyaan Donald Trump di Indonesia0
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menanggapi langkah Amerika Serikat yang menarik diri dari Perjanjian Paris (Paris Agreement).
Bahlil mempertanyakan konsistensi negara-negara lain yang semula bersemangat kini berbalik arah. "Energi Baru Terbarukan ini kan komitmen dari Paris Agreement. Yang menginisiasi Paris Agreement perlahan-lahan sudah mulai mundur. Amerika sudah mulai mundur," katanya dalam acara Beritasatu Outlook 2025 di Jakarta, Kamis, (30/1).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan, pengembangan EBT merupakan komitmen awal pemerintah, sebelum era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.
Bahlil menceritakan, sejak dirinya masih menjabat menteri investasipada saat menjabat sebagai Menteri Investasi, pemerintah sudah melakukan tindak lanjut dan membuat rencana strategis perihal industri hijau yang tentunya ditunjang dengan energi yang ramah lingkungan.
"Ketika saya jadi menteri investasi, 3 tahun terakhir tagline kita bicara tentang bagaimana membangun investasi yang berorientasi pada green energy dan green industry," kata Bahlil dalam keterangannya.
Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi dibandingkan energi fosil.
Bahlil mengungkapkan, Indonesia memiliki potensi melimpah untuk pen pengembangan EBT. Diketahui, totalnya dapat mencapai 3.687 gigawatt.
“Green energy itu cost-nya pasti lebih mahal dan waktu itu kan kami mau tidak mau harus ikuti konsensus itu,” tambahnya.
Namun sangat disayangkan, pemanfaatannya masih sangat minim, yakni baru mencapai 14 gigawatt. Oleh karenanya, pemerintah akan memaksimalkan potensi tersebut untuk menjadi bagian dari ketahanan energi.
Bahlil mengungkapkan Indonesia, kini berada dalam posisi yang sulit, mundurnya AS dari Paris Agreement tentunya menjadi sorotan. Pasalnya, AS merupakan salah satu negara yang menjadi pelopor kesepakatan tersebut.
“Kami sebenarnya berada dalam posisi yang sangat dilematis dalam mengikuti arus ini. Ini realitas yang tidak bisa kami tutupi,” ungkap Bahlil.
Bahlil mengatakan, mundurnya AS dari Paris Agreement tak memengaruhi Indonesia dalam mengembangkan EBT di dalam bauran energi nasional.
"Saya pikir ada bagusnya untuk tetap kita memakai energi baru terbarukan sebagai pertanggungjawaban kita sebagai makhluk sosial untuk mengamankan udara kita," pungkasnya dalam menanggapi pengembangan EBT di dalam negeri.
Donald Trump menyatakan menarik Amerika Serikat dari Perjanjian Paris yang dihasilkan dari Konferensi Perubahan Iklim 2015. Pernyataan tersebut tertera dalam Perintah Eksekutif setelah Trump dilantik pada Senin, 20 Januari 2025.
Paris Agreement adalah sebuah perjanjian internasional yang dirancang untuk mengatasi perubahan iklim global. Paris Agreement ditandatangani dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau The United Nations Climate Change Conferences (UNFCCC) di Paris pada Desember 2015.
Kesepakatan ini melibatkan paranegara yang hadir untuk bekerja sama dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperkuat ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.
Paris Agreement merupakan perjanjian internasional yang mengikat secara hukum dan sudah mulai berlaku mulai dari tanggal 4 November 2016. Pada saat ini, 194 negara di seluruh dunia dan Uni Eropa sudah mulai bergabung dalam Paris Agreement.
