- Profesor Sinan Yegul, diangkat Sebagai Wakil Presiden Bidang Hubungan Internasional, ASEAN Internasi
- Presiden Prabowo Mengaku Grogi saat Pidato di Depan Parlemen Turki
- Anindya Bakrie: KADIN Indonesia, Tergetkan Perdagangan Indonesia-Turki Mencapai 10 Miliar Dolar AS
- Usai Lawatan di Abu Dhabi, Presiden Prabowo Bertolak ke Ankara
- Prabowo: Indonesia Siap Evakuasi 1000 Warga Palestina ke Indonesia
- Presiden Prabowo Lawatan ke Kawasan Timur Tengah dan Turkiye
- TurkAseanCham Luncurkan Program Sosial Inspiratif di Indonesia: Yatim Business Academy Resmi Dimulai
- Singapura, Kerahkan Kecoa untuk Mencari Korban Gempa Myanmar
- Gelombang Masa As, Gelar Aksi Menentang Kebijakan Pemerintahan Presiden Trump
- Turki Ngamuk Ambil Alih Pangkalan T4
Rasa Sakit Perjuangan Gaza Tercermin pada Seni Karpet yang Terbentang di Hagia Sophia

Keterangan Gambar : Pemandangan udara karpet "Touching", di halaman Hagia Sophia, Istanbul, Turki (Foto Anadolu)
Jakarta - Instalasi karpet "Touching" oleh Culture Civilization Foundation (Küme) menarik perhatian pada krisis yang sedang berlangsung di Gaza dan Palestina. Dipamerkan di Alun-alun Hagia Sophia, instalasi seni yang kuat ini bertujuan untuk mengangkat penderitaan Gaza ke garis depan bagi pengunjung lokal dan internasional. Berlangsung hingga akhir November, pameran ini menampilkan karya-karya yang membangkitkan citra karpet yang hancur di rumah-rumah Palestina, menawarkan pengingat yang menyentuh tentang biaya perang bagi manusia.
Serhat Kula, direktur artistik Küme, menjelaskan bahwa instalasi tersebut menggunakan karpet sebagai metafora untuk tanah kelahiran dan kehangatan rumah. "Seperti halnya tanah suatu negara yang merupakan simbol perdamaian, karpet di dalam rumah mewakili tempat perlindungan perdamaian itu. Karpet bukan hanya objek fisik tetapi juga simbol kenangan, keluarga, dan komunitas," ungkapnya. Banyak karpet dalam instalasi tersebut berasal dari Anatolia dan Balkan, wilayah dengan hubungan sejarah dan budaya yang mendalam dengan Timur Tengah.
Kula menekankan bahwa karpet dalam instalasi tersebut sengaja dibuat ulang agar tampak seperti diambil dari medan perang. "Kami ingin membangkitkan perasaan yang sering tidak kita alami melalui gambar di layar. Instalasi ini memberikan kesempatan untuk merasakan kedalaman emosi dari gambar-gambar tersebut," katanya. Karpet yang dibuat dengan cermat menggunakan teknik tradisional ini lebih dari sekadar barang dekoratif; karpet ini merupakan penghubung antara masa lalu dan masa kini, yang menceritakan kisah kerinduan, perjuangan, dan kemanusiaan bersama.
Baca Lainnya :
- Pemimpin Gereja Katolik Paus Fransiskus Desak Penyelidikan Genosida di Gaza 0
- Kesepakatan Baru Turki akan Melatih Polisi Palestina0
- Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Presiden Prabowo Dorong Sinergi Ekonomi Dua Negara0
- Presiden Prabowo dan Sekjen PBB Antonio Guterres Bahas Sejumlah Isu Strategis dalam Pertemuan Bilate0
- Presiden Prabowo Tegaskan Dukungan Indonesia Terhadap Perdagangan Terbuka dan Adil di APEC 20240
Rasa sakit Gaza tercermin
Instalasi ini bukan hanya sebuah ekspresi artistik, tetapi juga pernyataan solidaritas dengan Gaza. Dengan menempatkan karya tersebut di Alun-alun Hagia Sophia, persimpangan jalan bersejarah utama di Istanbul, instalasi ini bertujuan untuk menjangkau khalayak internasional yang luas. Kula mencatat bahwa pameran tersebut secara efektif melambangkan sikap Turki terhadap Gaza, yang menyampaikan kesedihan dan perhatian negara tersebut terhadap Palestina. "Karya seni ini merupakan manifestasi visual dari empati Turki terhadap Gaza," jelasnya.
Instalasi ini terdiri dari 105 karpet buatan tangan yang meliputi area seluas 300 meter persegi. Banyak dari karpet ini berusia lebih dari satu abad, diwarnai dengan warna-warna alami yang berasal dari akar. Karpet-karpet ini memadukan keterampilan tradisional dengan seni kontemporer, yang dibuat oleh tim yang terdiri dari delapan seniman yang bekerja selama 25 hari untuk menyelesaikan instalasi ini.
Karpet sebagai artefak budaya
Murat Kösemen, kurator instalasi "Touching", menunjukkan arti khusus karpet dalam budaya Turki dan budaya Timur yang lebih luas. "Karpet adalah salah satu objek budaya paling unik yang membedakan budaya Turki dan Barat. Tidak ada yang sebanding di Barat," jelasnya. Ia menekankan bahwa karpet bukan sekadar barang rumah tangga, tetapi simbol sejarah bersama dan hubungan antarmanusia. "Karpet adalah titik kontak pertama dalam berbagi spasial. Ini adalah tempat kita berkumpul, berbagi makanan, suka dan duka," kata Kösemen.
Selain makna budayanya, karpet juga berfungsi sebagai media komunikasi. "Setiap motif menceritakan sebuah kisah," kata Kösemen. "Emosi, perjuangan, dan kegembiraan penenun tertanam dalam desainnya. Saat ini, karpet Gaza telah tersentuh oleh perang, seperti halnya karpet kita suatu hari nanti."
Kösemen juga membahas normalisasi gambar-gambar kekerasan yang meresahkan di media. "Gambar-gambar kekerasan dari Gaza telah menjadi begitu umum sehingga semakin diabaikan," katanya. Para seniman di balik instalasi tersebut ingin mengubah perspektif dengan menggunakan objek yang familiar dan intim – karpet.
"Dengan menggunakan karpet, kami berharap dapat menghubungkan rumah pemirsa dengan kehancuran di Gaza. Jika karpet ini, simbol rumah dan keselamatan kita, dapat dihancurkan, mungkin besok, tempat-tempat suci kita sendiri akan terancam," Ujarnya
Sumber : Anadolu
