Tembus ke Turkiye, Ternyata Lidah Buaya dari Jakarta Diolah Jadi Makanan-Herbal

By Icu Bransky 08 Mar 2025, 10:56:43 WIB National
Tembus ke Turkiye, Ternyata Lidah Buaya dari Jakarta Diolah Jadi Makanan-Herbal

Keterangan Gambar : Tumbuhan Lidah Buaya


Jakarta - Lidah buaya tak hanya menjadi hiasan halaman rumah, di tangan Warsiti (75) tanaman itu dapat diolah menjadi makanan, minuman dan herbal yang mendatangkan cuan.


Bermula saat tahun 2006 Warsiti membuat kompos organik sampah daur ulang dari dapur dengan niat agar lingkungan lebih bersih, usai memiliki pupuk mandiri ia lalu menanam tanaman hias bersama warga. Namun tanaman hias dinilainya hanya cantik dalam sesaat, ia lalu menemukan buku tentang manfaat lidah buaya yang bisa diolah menjadi uang.

Baca Lainnya :


"Awal tahun 2006 membuat kompos organik sampah daur ulang agar lingkungan bersih, sehat dan bermanfaat. Setelah berhasil ajak tetangga untuk tanaman hias lalu kepikiran untuk menanam tanaman yang produktif dan muncul ide tanaman lidah buaya dari buku," ujar Warsiti saat dikunjungi detikcom di Kecamatan Makassar, Jakarta Timur, Senin (24/2) lalu.


Panen perdana lidah buaya sebanyak 3 hingga 5 pot terjadi pada tahun 2007, setahun berikutnya Warsiti mulai dapat mengolah tanaman berduri itu menjadi serbuk herbal serta langsung mengurus perizinan.


Permintaan serbuk herbal yang mulai meningkat Warsiti harus mendatangkan lidah buaya dari Bogor dan Sukabumi, Jawa Barat. Namun tantangan terjadi saat pandemi, akses ke luar kota yang dibatasi membuatnya membagikan bibit lidah buaya kepada tetangga agar lebih dekat dan turut meningkatkan ekonomi warga sekitar.


"Pas covid ada hikmahnya herbal laku, bahan bakunya kurang mau keluar engga bisa, jadi saya memperbanyak di lingkungan sini. Saya nyebarin bibit karena banyak orang engga punya kerjaan jadi saya bagi pengalaman memberdayakan masyarakat dari penanaman sampai ngolah. Di sini menanam lidah buaya di atas rumah sekarang sudah ada yang jadi 250 pot, ada yang bawahnya jadi usaha warung atasnya untuk tanaman pot sampe 3 kwintal dari panen perdana 5 kg," cerita Warsiti.


Tanaman lidah buaya jenis chinensis dan barbadensis ini mulai dipanen warga yang kebanyakan menanam lidah buaya di atap rumahnya, selain karena keterbatasan lahan cara itu ditempuh untuk menghindari urin kucing yang mampu merusak hasil panen. Dalam sekali panen tetangga Warsiti bisa meraup pendapatan mulai dari Rp 500 hingga Rp 1,5 juta.


Tahun demi tahun produk lidah buaya bermerek Fafa Aloe Vera ini terus berinovasi hingga puluhan produk, namun produk serbuk lidah buaya masih banyak peminatnya bahkan dapat dengan mudah didapatkan di toko herbal dan e-commerce. Omzet satu bulannya bahkan tembus hingga Rp 20 juta.


"Yang paling banyak dipesan hingga antar Provinsi itu serbuk lidah buaya karena untuk kesuburan, pencernaan, untuk panas dalam, radang usus besar, asam lambung, darah tinggi. Sebelum Covid-19 satu hari 100 botol ludes, produknya juga ada di toko-toko herbal omzet satu bulan bisa Rp 20 juta," lanjut Warsiti.


Wanita yang juga akrab disapa Marimin ini turut memanfaatkan KUR (Kredit Usaha Rakyat) KUR BRI pada tahun 2008 saat produk lidah buayanya tengah dikembangkan menjadi serbuk herbal.


"Dulu saya tahun 2008 pernah dapat KUR selesai tahun 2009, satu tahun selesai untuk membangun usaha ini karena 2008 saya sudah mulai produksi ini (serbuk). Saat itu dapat rekomendasi dari BKKBN," kenang Warsiti.


Selain KUR BRI, Warsiti juga rutin mengikuti sejumlah pameran seperti Pesta Rakyat BRI 2024 di Karawang hingga pameran UMKM lintas daerah hingga negara seperti Bandung, Jogja, Surabaya, Bali, Pontianak, Batam, Singapura, Brunei Darussalam, hingga Turki.


Perjuangan Warsiti kini tak sendirian, ia terus didampingi oleh sang cucu yang merupakan lulusan Diploma 3 jurusan Administrasi Bisnis bernama Faiq Hisyam (24). Minatnya mengembangkan usaha lidah buaya milik neneknya karena Faiq menilai bisnis ini masih memiliki potensi yang besar.


"Waktu saya mau lulus SMA, saya lihat ternyata usaha ini potensinya besar dan ada kekurangan di manajerial seperti dokumen dan administrasi jadi saya memilih jurusan itu (D3 Administrasi Bisnis)," cerita Faiq.


Kecintaan Faiq dengan bisnis lidah buaya ini juga karena dirinya memiliki kenangan indah saat masa kecil, kini bersama nenek dan produk lidah buaya Faiq bisa keliling kota bahkan luar negeri untuk mengenalkan Fafa Aloe Vera. Saat produknya dibawa pameran ke Turki, Faiq bertemu dengan calon pembeli asal Nigeria dengan permintaan hingga 40 ton, namun saat itu bertepatan dengan pandemi sehingga tak bisa terpenuhi.


"Saya dari kelas 2 SD sering ikut bantu panen jadi senang ketika ngedorong gerobak panen lidah buaya, panen punya warga kita dorong sampe rumah. Waktu di Turki negara lain seperti Nigeria yang tertarik permintaan 40 ton, namun saat itu pas akhir 2020, pas 2021 lockdown mungkin karena hal itu jadi batal dan belum sempat terealisasi ekspor," kenang Faiq.


Kini Faiq memiliki tugas untuk mencatat semua keuangan yang masuk maupun keluar mulai dari uang cash hingga yang tercatat di aplikasi BRIMO, jika ada pesanan dalam jumlah yang banyak Faiq juga turut membantu juga dalam urusan produksi.


Sumber: detik.com




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment