- Menteri Luar Negeri Turkiye: Iran Hindari Perang Skala Besar dengan Israel
- 2 Orang Tewas dan Puluhan Orang Terluka Dalam Insiden Teror Dipasar Natal, Jerman
- Kitab Merah Turkiye Mendapat Pembaruan
- Kereta Api Populer Eastern Express di Turkiye akan Melayani 60 Perjalanan Musim Dingin
- Hadiri KTT D-8, Presiden Prabowo Tegas Serukan Persatuan Negara Muslim
- Warga Ilegal Israel Membakar Masjid di Tepi Barat, Gaza
- Mahkamah Internasional meminta Tegaskan Kewajiban Israel terhadap Misi Kemanusiaan PBB di Gaza
- Pakar Hukum Spanyol Ramai-ramai Bikin Petisi Desak Embargo Senjata Terhadap Israel
- Pastikan Kelancaran Saat Libur Nataru, Wapres Gibran Tinjau Proyek Stasiun KCIC Karawang
- BMKG Himbau Masyarakat Waspada Terhadap Cuaca Ekstrem Menjelang Perayaan Natal
Turki Perkuat Pertahanan Udara Dengan Memboyong 40 Unit Eurofighter Typhoon, Jerman
Keterangan Gambar : Foto : Eurofighter Typhoon, Jerman
Jakarta - Lampu hijau pembelian 40 unit Eurofighter Typhoon oleh Turki kini akhirnya tiba.
Kepastian mengenai penandatangan kontrak yang diperjuangkan Turki selama kurang lebih satu tahun benar-benar terealisasi setelah melalui berbagai lobi.
Baca Lainnya :
- BRICS Tawarkan Status Negara Mitra kepada Turki0
- Timnas Indonesia vs Jepang di Kualifikasi Piala Dunia 20260
- Antusias Sambut Prabowo, Ibu-ibu KBRI Peru: Kami Sangat Bangga0
- Prabowo Tegas Lawan Penyelundupan, Pemerintah Amankan Potensi Kebocoran Rp3,9 Triliun*0
- Pengedar Narkoba asal Denmark Buronan Interpol Berhasil dibekuk di Istanbul, Turki0
Menteri Pertahanan Turki Yaser Guler pun mengakui kontribusi Inggris, Italia, dan Spanyol yang berhasil mendesak Jerman sebagai pemegang hak veto dalam keanggotaan konsorsium untuk mengabulkan permohonan akuisisi Eurofighter Typhoon ini.
Dilansir dari laman Bulgarian Military edisi Rabu, 13 November 2024 melalui artikel yang berjudul "Turkey secured 40 Eurofighter Typhoons with Germany’s approval", Jerman awalnya sempat menolak permohonan Turki saat hendak mengajukan pemesanan 40 unit Eurofighter Typhoon.
Pasalnya Negeri Seribu Pagoda itu kerap melontarkan pernyataan yang dinilai berseberangan dengan sikap geopolitik Negeri Panzer.
Dalam hal ini adalah pernyataan sikap terhadap isu serangan Zionis Israel di Gaza, Palestina yang menyebabkan kematian warga sipil setempat.
Pemerintah menyatakan demikian karena dampaknya tidak hanya dirasakan oleh warga di negara tersebut ditambah Lebanon baru-baru ini.
Akan tetapi juga ada potensi Ankara menjadi sasaran Tel Aviv sewaktu-waktu apabila ditemukan indikasi yang dianggap membahayakan kepentingan Tel Aviv.
Sehingga Guler sempat meradang lantaran sikap Kanselir Olaf Scholz yang dianggap tidak sesuai dengan semangat NATO karena mencampuradukkan urusan geopolitik dalam transaksi jual beli alutsista buatannya.
Penolakan yang sempat dialami Turki tak membuat salah satu negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam ini patah semangat.
Kerja keras hingga akhirnya memperoleh kontrak tidak hanya sekedar lobi-lobi kepada anggota konsorsium selain Jerman (terutama Inggris).
Perwakilan pemerintah bahkan rela "blusukan" ke lokasi di mana proses produksi pesawat dikerjakan untuk memastikan kontrak berhasil diamankan sekaligus mengintip situasi saat pesawat dirakit.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ada perjuangan panjang yang harus dilalui Turki hingga akhirnya kontrak pengadaan 40 unit Eurofighter Typhoon berhasil disegel.
Ankara sempat didepak dari proyek pengadaan jet tempur F-35 lantaran pembelian sistem pertahanan udara buatan Rusia, S-400.
Menurut pemberitaan laman The Defense Post dalam artikel berjudul "Russia Says Turkey Can’t Hand Over S-400 to US as Speculation Mounts" yang diunggah pada 1 Oktober 2024, Amerika Serikat terpaksa mengeluarkan Negeri Abunawas itu dari proyek lantaran transaksi pengadaan sistem pertahanan udara buatan lawan geopolitknya dianggap dapat menjadi sarana intelijen.
Maksudnya, Moskow bisa memperoleh data teknis jet tempur buatan Lockheed Martin itu sehingga bisa membajak spesifikasi produk Washington dan menjadikan keunggulan yang dimiliki F-35 tidak lagi memberikan kesan "eksklusif".
Hal ini tidak bisa diterima oleh Negeri Paman Sam dan mereka menganggap jet tempur andalannya tak akan bisa bersatu dengan sistem pertahanan udara dari Negeri Tirai Besi.
Turki kemudian mencoba untuk menyerahkan pengendalian S-400 kepada Amerika Serikat lantaran unit perangkat yang tak pernah mereka gunakan dalam operasi militernya demi memperoleh F-35, namun rencana ini ditentang keras oleh Rusia.
Di sisi lain, Turki juga tengah mengembangkan jet tempur generasi kelima buatannya sendiri yakni KAAN.
Jet tempur tersebut telah sukses melaksanakan penerbangan perdananya pada 21 Februari 2024 lalu setelah mundur dari rencana semula yakni akhir Desember 2023.
Namun perlu diketahui bahwa pesawat karya asli Ankara ini masih dalam tahap produksi.
Melansir artikel berjudul "TAI exec claims 20 Turkish KAAN fighters to be delivered in 2028" yang dimuat laman Breaking Defense pada 14 Mei 2024, 20 unit pertama KAAN diprediksi baru bisa digunakan oleh Angkatan Udara Turki empat tahun dari sekarang.
Pada saat yang bersamaan, Turkish Aerospace Industries (TAI) masih terus mengupayakan agar jet tempur rakitannya bisa segera dipasangkan mesin buatan sendiri yakni TF10000 yang jauh lebih canggih dari F110 buatan General Electric.
Sehingga apabila melihat situasi geopolitik yang tidak menentu seperti sekarang, dibutuhkan impor pesawat sembari menunggu produk buatan sendiri benar-benar rampung dan siap tempur dalam kondisi prima.
Dan adanya lampu hijau dari Jerman terkait pengadaan Eurofighter Typhoon kini benar-benar membuat negara pimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan itu benar-benar lega.